pesan pembuka dan penutup

Rabu, 22 Juli 2015

Opini Remaja: Sibling Rivalry Pada Remaja






Mungkin ada beberapa hal yang kita tidak tahu mengenai sibling rivalry. Sesuatu yang seharusnya  dipertanyakan namun tanpa kita sadari telah lama menjalar dalam urat nadi. Apakah kita pernah merasakan kebencian terhadap saudara kandung karena mendapatkan perhatian yang lebih besar dari orang tua? Atau pernahkah kita merasa harus melakukan sesuatu perubahan agar orang tua kita kembali memperhatikan kita? Itulah sibling rivalry. Dimana persaingan antar-saudara demi memperebutkan perhatian dan cinta dari orang tua.
Perasaan cemburu yang dimiliki berasal dari perbedaan persepsi antara si anak dan orang tua. Seperti perasaan kebencian mendalam ketika orang tua melakukan sesuatu yang kita anggap terlalu berlebihan kepada saudara kandung tanpa alasan yang diketahui. Hal itu menimbulkan agresif secara aktif seperti menunjukkan kelakuan negatif agar diperhatikan maupun melakukan perbuatan-perbuatan kecil untuk mencurahkan rasa ketidaksukaannya kepada saudara yang diperhatikan oleh orang tuanya. Mungkin kita tidak pernah menyadari bahwa perasaan seperti itu berdampak besar pada proses perkembangan diri kita. Sesuatu yang seperti itu turut andil menjelang remaja. Sikap yang ditunjukkan semakin terbentuk tanpa kita sadari.
Ciri khas yang mulai terbentuk akibat sibling rivalry seperti munculnya sikap egois, hobi berkelahi ataupun adu mulut, kebiasaan menggigit kuku, hiperaktif, mengalami gangguan tidur, maupun menuntut lebih banyak perhatian. Apalagi jika yang mengalami adalah para remaja yang masih berkembang. Mereka lebih banyak menuntut haknya. Mereka masih tampak ambigu dalam memilih mana yang benar ataupun tidak. Oleh sebab itu, perlakuan orang tua mereka sangat dibutuhkan untuk berperan penting dalam tumbuh kembang para remaja.
Perlu diketahui bahwa gejala sibling rivalry memiliki banyak faktor penting dalam membentuk kepribadian. Yang pertama adalah dengan sikap orang tua yang pilih kasih. Sebagai contoh, sikap orang tua yang kolot dan memiliki banyak harapan kepada anak-anaknya dan apabila salah satu anaknya sesuai dengan keinginan orang tuanya, maka ia akan mendapatkan reward/ penghargaan dan dielu-elukan oleh orang tuanya. Sedangkan anak yang tidak membuat orang tuanya berkesan, maka bisa jadi dia akan merasa terasing karena tidak sesuai dengan harapan orang tuanya.
Yang kedua, anak-anak yang berdasarkan urutan kelahiran. Sejak kecil mereka telah diberi peran masing-masing oleh orang tuanya. Contohnya seperti anak pertama yang diberi peran yang berbeda dengan anak kedua. Bisa saja anak pertama diberi peran yang mandiri agar kelak dapat berpikir lebih dewasa dan mampu mengayomi adik-adiknya. Berbeda pula dengan halnya anak kedua maupun yang seterusnya. Apabila peran yang diberikan orang tuanya mampu dijalani oleh anak tersebut, maka tidak akan berdampak apa-apa. Akan tetapi jika tidak mampu menjalankan peran tersebut, maka akan berdampak buruk pada kehidupan si anak.
Yang ketiga, merapat pada jenis kelamin. Seorang anak laki-laki dengan perempuan memiliki reaksi yang berbeda terhadap saudara kandungnya. Apabila laki-laki yang memiliki saudara kandung laki-laki ataupun perempuan tidak akan memiliki perselisihan maupun kecemburuan. Malah perempuan yang memiliki saudara kandung laki-laki ataupun perempuan lah yang memiliki reaksi paling sensitif terhadap saudara kandungnya.
Yang keempat, mengenai perbedaan usia. Jarak perbedaan usia yang lebih pendek akan memberi dampak perselisihan yang semakin besar. Berbeda halnya dengan jarak perbedaan usia yang lebih besar, akan jarang menghadapi pertengkaran dan kecemburuan antar-saudara. Seperti pengalaman si penulis yang memiliki jarak selisih tiga tahun. Hubungan yang kami miliki sangat dekat. Namun selalu dibumbui dengan hubungan yang baik maupun pertengkaran. Akan tetapi hal itulah yang membuat hubungan kami semakin erat, walaupun terkadang kami memiliki kecemburuan satu sama lain.
Yang kelima, jumlah saudara yang banyak tidak akan banyak mengalami banyak perselisihan daripada jumlah saudara yang sedikit.
Yang keenam, tergantung pada pola asuh di dalam lingkup keluarga. Apakah itu keluarga yang otoriter maupun keluarga yang permisif.
Yang ketujuh, kehadiran dari orang luar akan memberikan dampak yang lebih besar terhadap tumbuh kembang remaja daripada faktor-faktor lainnya. Sebagai contoh pengalaman seorang remaja yang selalu mengalami sikap kecemburuan yang lebih besar seiring waktu terhadap saudara kandung. Hal itu dikarenakan banyaknya orang luar yang memperlakukan mereka secara berbeda. Salah satu dari saudara tersebut memiliki kelebihan pada fisik maupun sikap yang lebih dewasa dan supel daripada saudaranya yang satunya. Alhasil orang-orang luar lebih nyaman apabila mengobrol dengannya daripada saudara yang biasa-biasa saja. Karena perbedaan yang mencolok ditunjukkan oleh orang-orang luar tersebut, maka saudara yang biasa saja menunjukkan perasaan minder, pemarah dan merasa sangat cemburu dengan saudara kandungnya. Apalagi pengaruh dari orang tua yang turut mendukung pendapat dari orang luar.
Hal seperti itu seringkali terjadi di dalam dunia remaja. Seperti layaknya manusia pada umumnya memiliki perbedaan yang beragam. Entah itu individu maupun yang memiliki saudara kandung. Maka dari itu sudah seharusnya orang tua memiliki kesadaran dan bersikap adil kepada anak-anaknya. Apalagi kalau anak-anaknya beranjak dewasa. Bagi para remaja yang terkadang sensitif setidaknya turut menyadari apa alasan positif dari orang tua yang seringkali membedakan anak-anaknya. Para remaja dapat mencoba berhubungan lebih dekat dengan orang-orang di lingkungannya. Jika masih belum dapat menata perasaan sensitif yang negatif, maka dapat dianjurkan mengeluarkan unek-unek dan emosi kepada orang yang dipercaya ataupun psikolog. Hal yang lain untuk tidak merasa sensitif pada hal yang sensitif seperti selalu berpikir yang  positif.

Sumber-sumber tulisan: