Inilah sisi keanehan
saya jika merasa bosan membaca buku alias terpaksa dikarenakan faktor ‘X’ yaitu
‘moody’ atow ‘gak mood bangeetttt’, tak lain ialah membaca dari halaman
belakang ke depan. Dari istilah kohesi kelompok, saya mulai tertarik dengan
berbagai fenomena nyata yang digunakan sebagai contoh, sampai pada pendekatan
yang berkaitan dengan konformitas.
Kohesi Kelompok
Contoh dari fenomena
nyata ‘kohesi kelompok’ yang menginspirasi saya, lewat buku psikologi
komunikasi Drs. Jalaluddin Rakhmat, M. Sc. Melaalui hal. 163:
Pada perang Yarmuk,
banyak sahabat Nabi Muhammad gugur sebagai Syuhada. Hudzaifah Al-Adawi datang
ke medan peperangan dengan membawa secerek air. Ia ingin memberikan minum
kepada saudaranya yang terluka parah. Pada saat ia ingin memberikan minum
kepadanya, dari jarak yang tidak begitu jauh terdengar orang yang mengaduh. “Berilah
dia lebih dahulu,” kata saudaranya. Segera ia mendekati orang yang mengaduh
itu. Ketika air sudah hampir diminumkan kepadanya, terdengar orang lain
mengaduh juga. “Berilah dia lebih dahulu!” kata orang itu. Hudzaifah berlari
kesana dan mendapatkannya sudah meninggal. Kembali kepada orang kedua, juga
sudah meninggal. Ia juga mendapatkan saudaranya sudah meninggal. Sementara air
di tangannya masih utuh.
Coba bayangkan, pemirsa! Seandainya saudara Hudzaifah meminum air tersebut kemungkinan ia masih dapat
bertahan hidup. Namun beliau tidak memiliki sikap egois, karena lebih cenderung
mempertaruhkan kesetiakawanannya pada sahabat-sahabatnya yang sama terlukanya seperti dirinya.
Itulah kohesi kelompok.
Jika dalam fenomena tadi biasanya disebut ‘itsar’. Dalam bahasan ‘kohesi
kelompok’ mengarah pada jiwa semangat pada suatu kelompok, kesetiakawanan,
kekompakan, hubungan interpersonal yang akrab dan perasaan yang terdalam.
Menurut Collins dan Raven, kohesi kelompok itu ternyata dapat membuat anggota
kelompok terdorong untuk tetap tinggal dalam kelompok tersebut dan mencegahnya
untuk meninggalkan kelompok tersebut.
.Selamanya
.Selamanya
.Selamanya
Wkwkkwkkkkk.......>:D
Pokoknya di dalam
tiap-tiap anggota kelompok kohesi akan merasakan suatu kepuasan tersendiri
dalam diri karena kedekatan mereka satu sama lain dan menghasilkan umpan balik
yang efektif. Karena tiap-tiap anggota
telah memiliki hubungan interpersonal, mereka tidak takut untuk terlihat bodoh
di depan anggota kelompoknya jika salah satu anggota menanyakan atau membuat
pernyataan sesuatu.
Nah, salah satu barisan
kalimat yang awalnya membuat saya bingung melalui barisan ini:
‘Para anggota kelompok
kohesif terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka menjadi mudah melakukan
konformitas.’
K-O-N-F-O-R-M-I-T-A-S?????
Tatkala kebingungan
datang, migren pun turut menyusul...hhaa XD
Saya mulai
membolak-balik halaman per halaman (ke depan?)
Dan.....
Taraaaaaa...... saya
menemukan nun jauh.. pada halaman di depannya, di depannya, di depannya,
depannya lagi terdapat tulisan ‘konformitas(conformity)’ di depannya ‘faktor-faktor
yang mempengaruhi konformitas’, halah!
Penjabaran konformitas (menurut saya) Lain Definisi
Saya akhirnya memahami
bahwa konformitas ialah tiap-tiap individu yang sebenarnya memiliki suatu keputusan/
pendapat sendiri, namun karena anggota yang lain lebih banyak berkumpul
sehingga membentuk suatu kelompok yang memiliki keputusan yang berlawanan
dengan individu, maka hal tersebut akan membuat individu meragukan dan merasa
gelisah dnegan jawabannya, sehingga kemungkinan besar individu tersebut akan
mengubah keputusannya dan turut berbaur dengan kelompok itu.
Bukan seperti definisi
sih, namun seperti suatu penjabaran konformitas, heheehee...
Namun itulah
konformitas. Yang kemudian nantinya dijabarkan melalui faktor-faktor yang
mempengaruhi konformitas yaitu kesepakan publik dan kesepakatan privat yang
(katanya) jarang sama. (Aku juga masih bingung dengan pemahaman ‘jarang sama’
ini yang pada akhirnya menjadi tugas deadline ‘senin’ besok!) Huaaaaaa......XS
Individu yang Devian VS
Kelompok yang Kohesif
Kembali pada pembahasan
kelompok yang kohesif...ekhem!Langsung mental ke belakang halaman
Misalnya terdapat
individu yang dihadapkan untuk berbaur dengan suatu kelompok yang kohensif
pastilah terasa agak sulit. Sebenarnya akan terasa mudah jika individu itu
turut melakukan konformitas dan dukungan yang sama dilakukan oleh kelompok
kohensif tersebut. Individu itu akan diterima dengan tangan terbuka dan akan
terasa mudah dalam mengirim/ menyampaikan pesan pada mereka. Namun bagaimana
apabila individu itu memiliki keputusan/ pendapat sendiri atau biasa disebut
individu yang devian, yang kemudian sangat bertolak belakang dengan keputusan
kelompok yang kohensif? Maka individu tersebut akan mengalami berbagai tekanan
dari kelompok tersebut, dipaksa untuk tunduk dengan keputusan kelompok
tersebut. Apabila individu yang devian tersebut masih tetap kukuh dnegan
pendiriannya, maka kelompok yang kohensif tersebut akan menolak kehadirannya
serta cenderung menolak semua pesan yang disampaikan olehnya.
Okeh, deh sampe disini
dulu yaaa!!!! Jika belum mengerti, mari kita baca lagi!!!! #Ngeeekkkk...+_+”
(Dimulai dari atas ke
bawah yaa jangan seperti saya membaca dari bawah ke atas)
Huahaaaa.....#juzkid
OKEEHHH DEH, TETAP
SEMANGAAATTTTT!!!!!!^_0”