pesan pembuka dan penutup

Minggu, 28 April 2013

Kohesi Kelompok yang Mengajak Saya Menuju Konformitas, Ceileeee....:3



Inilah sisi keanehan saya jika merasa bosan membaca buku alias terpaksa dikarenakan faktor ‘X’ yaitu ‘moody’ atow ‘gak mood bangeetttt’, tak lain ialah membaca dari halaman belakang ke depan. Dari istilah kohesi kelompok, saya mulai tertarik dengan berbagai fenomena nyata yang digunakan sebagai contoh, sampai pada pendekatan yang berkaitan dengan konformitas.


Kohesi Kelompok
Contoh dari fenomena nyata ‘kohesi kelompok’ yang menginspirasi saya, lewat buku psikologi komunikasi Drs. Jalaluddin Rakhmat, M. Sc. Melaalui hal. 163:
Pada perang Yarmuk, banyak sahabat Nabi Muhammad gugur sebagai Syuhada. Hudzaifah Al-Adawi datang ke medan peperangan dengan membawa secerek air. Ia ingin memberikan minum kepada saudaranya yang terluka parah. Pada saat ia ingin memberikan minum kepadanya, dari jarak yang tidak begitu jauh terdengar orang yang mengaduh. “Berilah dia lebih dahulu,” kata saudaranya. Segera ia mendekati orang yang mengaduh itu. Ketika air sudah hampir diminumkan kepadanya, terdengar orang lain mengaduh juga. “Berilah dia lebih dahulu!” kata orang itu. Hudzaifah berlari kesana dan mendapatkannya sudah meninggal. Kembali kepada orang kedua, juga sudah meninggal. Ia juga mendapatkan saudaranya sudah meninggal. Sementara air di tangannya masih utuh.

Coba bayangkan, pemirsa! Seandainya saudara Hudzaifah meminum air tersebut kemungkinan ia masih dapat bertahan hidup. Namun beliau tidak memiliki sikap egois, karena lebih cenderung mempertaruhkan kesetiakawanannya pada sahabat-sahabatnya yang sama terlukanya  seperti dirinya.
Itulah kohesi kelompok. Jika dalam fenomena tadi biasanya disebut ‘itsar’. Dalam bahasan ‘kohesi kelompok’ mengarah pada jiwa semangat pada suatu kelompok, kesetiakawanan, kekompakan, hubungan interpersonal yang akrab dan perasaan yang terdalam. Menurut Collins dan Raven, kohesi kelompok itu ternyata dapat membuat anggota kelompok terdorong untuk tetap tinggal dalam kelompok tersebut dan mencegahnya untuk meninggalkan kelompok tersebut.

.Selamanya

.Selamanya

.Selamanya

Wkwkkwkkkkk.......>:D



Pokoknya di dalam tiap-tiap anggota kelompok kohesi akan merasakan suatu kepuasan tersendiri dalam diri karena kedekatan mereka satu sama lain dan menghasilkan umpan balik yang efektif.  Karena tiap-tiap anggota telah memiliki hubungan interpersonal, mereka tidak takut untuk terlihat bodoh di depan anggota kelompoknya jika salah satu anggota menanyakan atau membuat pernyataan sesuatu.


Nah, salah satu barisan kalimat yang awalnya membuat saya bingung melalui barisan ini:

‘Para anggota kelompok kohesif terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka menjadi mudah melakukan konformitas.’

K-O-N-F-O-R-M-I-T-A-S?????

Tatkala kebingungan datang, migren pun turut menyusul...hhaa XD
Saya mulai membolak-balik halaman per halaman (ke depan?)

Dan.....

Taraaaaaa...... saya menemukan nun jauh.. pada halaman di depannya, di depannya, di depannya, depannya lagi terdapat tulisan ‘konformitas(conformity)’ di depannya ‘faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas’, halah!

Penjabaran konformitas (menurut saya) Lain Definisi
Saya akhirnya memahami bahwa konformitas ialah tiap-tiap individu yang sebenarnya memiliki suatu keputusan/ pendapat sendiri, namun karena anggota yang lain lebih banyak berkumpul sehingga membentuk suatu kelompok yang memiliki keputusan yang berlawanan dengan individu, maka hal tersebut akan membuat individu meragukan dan merasa gelisah dnegan jawabannya, sehingga kemungkinan besar individu tersebut akan mengubah keputusannya dan turut berbaur dengan kelompok itu.
Bukan seperti definisi sih, namun seperti suatu penjabaran konformitas, heheehee...
Namun itulah konformitas. Yang kemudian nantinya dijabarkan melalui faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas yaitu kesepakan publik dan kesepakatan privat yang (katanya) jarang sama. (Aku juga masih bingung dengan pemahaman ‘jarang sama’ ini yang pada akhirnya menjadi tugas deadline ‘senin’ besok!) Huaaaaaa......XS

Individu yang Devian VS Kelompok yang Kohesif
Kembali pada pembahasan kelompok yang kohesif...ekhem!Langsung mental ke belakang halaman
Misalnya terdapat individu yang dihadapkan untuk berbaur dengan suatu kelompok yang kohensif pastilah terasa agak sulit. Sebenarnya akan terasa mudah jika individu itu turut melakukan konformitas dan dukungan yang sama dilakukan oleh kelompok kohensif tersebut. Individu itu akan diterima dengan tangan terbuka dan akan terasa mudah dalam mengirim/ menyampaikan pesan pada mereka. Namun bagaimana apabila individu itu memiliki keputusan/ pendapat sendiri atau biasa disebut individu yang devian, yang kemudian sangat bertolak belakang dengan keputusan kelompok yang kohensif? Maka individu tersebut akan mengalami berbagai tekanan dari kelompok tersebut, dipaksa untuk tunduk dengan keputusan kelompok tersebut. Apabila individu yang devian tersebut masih tetap kukuh dnegan pendiriannya, maka kelompok yang kohensif tersebut akan menolak kehadirannya serta cenderung menolak semua pesan yang disampaikan olehnya.


Okeh, deh sampe disini dulu yaaa!!!! Jika belum mengerti, mari kita baca lagi!!!! #Ngeeekkkk...+_+”

(Dimulai dari atas ke bawah yaa jangan seperti saya membaca dari bawah ke atas)

Huahaaaa.....#juzkid

OKEEHHH DEH, TETAP SEMANGAAATTTTT!!!!!!^_0”

Tidak ada komentar: